Senin, 03 Januari 2011

Duta Kayuagung Makin Terjepit



Beberapa tahun yang lalu, Kayuagung dan sekitarnya dikenal sebagai pemasok duta, yakni para pelaku kriminal yang secara khusus beroperasi di luar negeri. Kelompok ini tak kalah tenar dengan triad Hongkong sehingga ruang geraknya dipersempit. Mereka kini mengalihkan operasi ke negara berkembang seperti Vietnam dan Kamboja.
 Mereka beraksi ada yang menjadi agen asuransi kemudian melarikan uang itu, ada yang melakukan hipnotis, menukarkan tas yang sama dengan milik korban, dan cara lain yang dilakukan tidak dengan terang-terangan mencuri-terlebih merampok.
 Duta terbagi beberapa kelompok yang beroperasi secara terpisah antar kelompok itu. Satu kelompok anggotanya dua sampai lima orang, meski ada juga yang bekerja sendirian dengan segala trik dan kemampuannya. Ini tidak banyak karena sulit dan resiko besar.
 Bandingkan dengan secara berkelompok yang dapat berbagi tugas. Ada yang tugasnya menggambar suasana (meta) dan berangkat duluan ke lokasi, yang lain nantinya mengecoh calon korban dan mengeksekusi. Jalan keluar juga sudah disiapkan. Mereka profesional tak jauh beda seperti di film-film laga yang kerap kita saksikan. Namun, duta pantang melakukan kekerasan.
 Untuk menjadi seorang duta tidak gampang. Di samping harus memiliki pegangan khusus, baik dari kiai maupun dari dukun, juga harus mampu berpenampilan intelek dan perlente. Sebab duta tidak sama dengan penyamun. Mereka pun pantang beroperasi di negeri sendiri. Ada semacam hukum tidak tertulis yang membuat mereka berpantang seperti itu.
 Meski pemerintah tak pernah mengutus ke luar negeri untuk tugas khusus, tetap saja mereka ini dikenal sebagai duta. Tidak hanya kiprah dan sepak terjang di dunia hitam yang mendunia, keberadaan duta -tak dapat dipungkiri- sudah menjadi bagian dari identitas daerah Sumatera Selatan.
 Mantan duta generasi pertama, H Tarmuzi Yusuf alias Tarmos (67), menuturkan, sekarang ini masih ada duta yang pergi ke luar negeri, tapi tak seramai dulu. Program pembangunan dan terbukanya lapangan kerja di Kabupaten OKI, ditambah lagi ketatnya pengawasan aparat di negara tujuan, membuat para pemuda Kayuagung mulai meninggalkan pekerjaan itu.
 “Zaman sudah berubah. Di samping pekerjaan sudah banyak tersedia, mereka sudah terlacak di Singapura dan Hongkong. Orang sudah tidak minat lagi. Saya prediksi tahun 2020 nanti habis,” katanya.
 Ditambahkan Tarmos, duta sekarang memilih beroperasi ke negara-negara berkembang di Asia Tenggara seperti Laos, Vietnam, dan Kamboja karena masuk ke negara itu relatif lebih mudah.
 Tarmos mengungkap cara duta beraksi sejak era 1960. Dia sendiri sudah merambah 20 negara. Mulai dari numpang perahu penyelundup ganja seperti yang dia alami, sampai dengan memanipulasi identitas karena ruang gerak duta dipersempit aparat di negara tujuan di Benua Asia dan Eropa.
 Tarmos dan Adam adalah generasi kedua kelompok duta Kayuagung. Generasi pertama kelompok Saidi, Soleh, dan Adam yang telah berpulang. Tarmos pernah bertemu ketiganya awal merantau ke Singapura naik perahu kajang penyelundup ganja dulu.
 Selama ini kisah mereka selalu misterius dan dibumbui sedemikian rupa sehingga kian menarik untuk diperbincangkan. Seperti cerita tentang salah seorang warga kampung Sidakersa Kayuagung yang pernah pulang bawa uang sebanyak satu milyar hanya dalam waktu dua minggu. Pernah juga ada yang membawa uang seratus juta setelah dua bulan mintar.
 Dari hasil mereka ngeratak itu ada yang mampu membangun rumah, membeli kendaraan, naik haji, membangun masjid, membangun jalan kampung, atau menjadi bos lebak lebung.
Kisah duta bernama Akip juga jadi perbincangan warga karena sampai sekarang belum juga pulang. Kabarnya dia ditangkap di Malaysia dan dihukum mati di sana. Terdengar juga kabar bahwa dia masih di penjara.
 Ada lagi Udin, kabar yang tersiar dia ditembak interpol di Singapura. Kawan-kawannya yang lain tidak bisa mengambil jenazahnya karena faktor keamanan.
 Sukses mendapat duit dari korban di Paris, misalnya, kelompok itu kembali ke Singapura atau Malaysia. Dua negara ini merupakan basecamp tempat kumpul duta usai beraksi. Dari sana baru pulang ke Kayuagung dan menghambur-hamburkan duit.
 “Uang habis begitu saja. Duta itu disenangi karena boros, dianggap baik dan royal,” kata Tarmos.
Tarmos enggan merinci cara mereka beraksi dan sejauh mana kebenaran kisah-kisah seperti itu. Satu hal yang dia bantah adalah adanya sedekah dan potong sapi sebelum duta berangkat karena keluarga sudah ikhlas melepas kepergiannya. Keluarga merasa beruntung kalau bisa kembali dan bawa uang, atau tak ketemu lagi karena ditangkap atau ditembak mati.
 “Tidak enak kalau saya cerita, tapi kalau sedekah sampai potong sapi itu tidak benar. Sedekah pulang dari sana bisa saja,” katanya.
 Stop Duta Kepala Dinas Tenaga Kerja OKI, H Sumijarno SSos MM melalui staf Penempatan dan Pengantar Kerja Chandra D SIP, mengatakan, tenaga kerja di luar negeri asal Kabupaten OKI memang lebih banyak dibanding daerah lain di Sumsel.
 Setiap tahun Kabupaten OKI merekomendasikan paspor keberangkatan TKI mencapai ratusan orang. Mereka berangkat melalui sponsor perusahaan tenaga kerja dengan tujuan terbesar ke Negeri Jiran, Malaysia.
 “Setahun warga OKI bisa mencapai 253-350 orang yang mengurus paspor keberangkatan ke luar negeri,” kata Candra.
Kabid Humas Polda Kombes Sabaruddin Ginting ketika dikonfirmasi soal kiprah duta ini mengatakan, pihaknya tidak memiliki data mengenai tindak kejahatan yang dilakukan duta Kayuagung di berbagai negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar